KESETARAAN
GENDER DAN MEMBERDAYAKAN KAUM PEREMPUAN
Berbicara tentang
gender tidak lepas dari peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan
keluarga. Isu ini semakin menarik ketika tanpa disadari terjadi ketidaksetaraan
antara laki-laki dan perempuan. Budaya patriarki dan kebijakan yang ada seakan
mengekang perempuan dalam berkarya di lingkungan sosial. Dewasa ini, kekerasan
dan pelecehan terhadap wanita semakin tinggi. Tahun 2017, tercatat kasus
kekerasan terhadap perempuan di Indonesia sebanyak 5.784 kasus kekerasan
terhadap istri, 2.171 kasus kekerasan dalam pacaran, 1.799 kasus kekerasan
terhadap anak perempuan, dan sisanya kekerasan mantan suami dan pekerja rumah
tangga (Komnas Perempuan, 2017). Hal ini menunjukan perempuan tidak lagi
dihargai, didiskriminasi dan dilanggar haknya sebagai manusia. Meskipun, sekarang
telah banyak perempuan berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi dan politik
negara, namun posisi perempuan tetap berada di bawah laki-laki sebagai
pengambil keputusan.
Upaya untuk menjamin
kehidupan perempuan sudah lama ditetapkan oleh pemerintah. Seperti UU No.7
tahun 1984 yang menjamin penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan (Puspitawati, 2015). Namun, ketetapan tersebut belum dapat dijalankan
dengan baik oleh warga negara. Hal ini dikarenakan, perempuan manusia yang
lemah dan rendahnya kualitas perempuan membuat perempuan semakin dilecehkan. Tujuan
dari tulisan ini yaitu mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum
perempuan dalam meningkatkan derajat perempuan dan memberi kesempatan perempuan
berkarya dalam masyarakat.
Gender
atau Kodrat ?
Gender
diartikan sebagai peran, kedudukan, tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan
yang terbentuk dari budaya dan sosial masyarakat. Gender berbeda dengan sifat
biologis atau kodrat laki-laki dan perempuan (BPS, 2017). Dimana kodrat
perempuan seperti menstruasi, mengandung anak, melahirkan anak, dan menyusui
anak. Sedangkan secara gender, perempuan sebagai seorang istri dan ibu yang mengurus
rumah tangga, bekerja sosial tidak dibayar dan juga membantu suami mencari
nafkah tambahan. Sedangkan, laki-laki secara kodrat memiliki sperma, laki-laki
secara gender berperan sebagai suami dan ayah bagi anaknya, laki-laki mencari
nafkah dan memenuhi semua kebutuhan istri dan rumah tangga (Puspitawati, 2015).
Dari paparan di atas
terlihat jelas bahwa peran perempuan dan laki-laki berbeda baik secara kodrat
maupun secara gender. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang bagi
perempuan untuk ikut andil dalam berkarya dibidang politik dan bidang lainnya
seperti laki-laki. Namun, perempuan harus bisa menyikapi setiap kesempatan yang
diberikan.
Kesetaraan
Gender atas nama HAM
Hak asasi setiap
manusia yaitu hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, hak
untuk diperbudak, dan sebagainya yang wajib dihargai oleh manusia lain (Pasal
28 I-J ayat 1 UUD 1945). Hak ini tidak memandang laki-laki ataupun perempuan,
setiap orang berhak memperoleh hak tersebut.
Ada beberapa hal, yang
membuat laki-laki tidak dapat disamakan dengan perempuan. Secara fisik
laki-laki lebih kuat daripada perempuan. Perempuan, manusia yang lemah lembut
dan penyempurna hidup laki-laki. Perempuan tidak akan bisa mengambil alih
pekerjaan laki-laki seperti mengangkat barang yang berat, dan pekerjaan ekstrem
lainnya yang tidak bisa dikerjakan oleh perempuan. Bahkan, di dunia kerja
perempuan diberi hak istimewa seperti diberi waktu cuti ketika hamil dan
melahirkan.
Kenapa perempuan tidak
diberi tempat untuk berada diposisi pengambil keputusan? Perempuan bekerja
dengan perasaan dan emosi yang tidak terkendali terutama ketika masa menstruasi
dan kehamilan, sehingga perempuan tidak berfikir orisinil dan mudah mengambil
keputusan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Sedangkan
laki-laki tidak memiliki masa menstruasi seperti perempuan, laki-laki bekerja
dengan logika, memikirkan yang akan terjadi dimasa akan datang.
Oleh karena itu, secara
HAM perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, namun laki-laki dan
perempuan memiliki tanggungjawab yang berbeda, yang harus bisa di atur dan
dijalankan masing-masing.
Penyebab
Munculnya Ketidakadilan Gender
Pemahaman kesetaraan
gender ini kurang dipahami oleh kebanyakan kaum perempuan dan laki-laki. Perlu
diketahui penyebab perempuan berada di bawah laki-laki. Pertama, perempuan sekarang
lebih peduli pada kecantikan daripada pengetahuan. Dimana mereka beranggapan
bahwa dengan kecantikan dapat membawa mereka kekehidupan yang bahagia. Namun,
hal tersebutlah yang membuat laki-laki memandang rendah perempuan. Contohnya
saja, perempuan yang bekerja sebagai PSK, mereka cantik namun tidak
berpendidikan sehingga laki-laki melecehkan perempuan tersebut. Perempuan yang
berpendidikan secara tidak langsung akan terlihat cantik dan dihormati oleh
laki-laki. Kedua, perempuan tidak menjalankan
perannya sebagai istri dan ibu, contohnya ketika seorang istri diberi izin oleh
suami untuk bekerja, sang istri sering lupa akan tanggungjawabnya sebagai istri
dan ibu dari anaknya, sehingga memicu pertengkaran yang berujung kekerasan. Ketiga, pelabelan dan subordinasi bahwa
perempuan dianggap kurang penting oleh laki-laki, dan posisi perempuan selalu
di bawah laki-laki. Keempat, beban
kerja, sering laki-laki menganggap bahwa perempuan berperan sebagai pencari
nafkah, padahal sebenarnya tidak, perempuan hanya membantu suami mencari nafkah
tambahan atas seizin suami.
Dari paparan di atas
diketahui bahwa ketidaksetaraan gender tidak hanya pada perempuan, tetapi juga
laki-laki. Penyebabnya disebabkan karena perilaku perempuan yang tidak pernah
puas dengan yang dimilikinya.
Pemberdayaan
Perempuan sebagai Solusi
Sekarang keadilan
terhadap wanita sudah ada seperti perempuan diberi kesempatan untuk memperoleh
pendidikan setinggi tingginya layaknya laki-laki, dan tidak sedikit perempuan
yang menjadi pemimpin dan pengisi partai politik seperti ibu Megawati presiden
RI ke-5, Ibu Sri Wahyuni menteri keuangan dan Ibu Susi Puji Astuti menteri
kelautan.
Namun, banyak yang
dapat dilakukan perempuan, tidak harus bergabung dalam politik dan kongres meninggalkan
keluarga untuk menandingi laki-laki, tetapi dapat bergabung dalam membentuk
kegiatan sosial untuk mengembangkan kemampuan kaum perempuan seperti rumah
pintar, PKK, bisnis rumahan, dan menulis karena pada saat ini telah banyak
media untuk menyalurkan kemampuan diri, baik dalam menghasilkan karya tulis
maupun menghasilkan produk bermanfaat. Hal tersebut semata-mata dilakukan
sebagai wujud perempuan menghargai dirinya. Jika perempuan menghargai dirinya
yang dibuktikan dengan karya yang dihasilkan, maka publik juga akan menaruh
penghargaan yang tinggi terhadap perempuan atas karyanya, dan bukan karena
kondisi fisiknya semata.
Oleh karena itu, penyebab
ketidaksetaraan gender itu berasal dari perilaku perempuan itu sendiri yang
kurang paham dengan peran dan tanggungjawab baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Untuk setara dengan laki-laki, perempuan tidak harus mengambil
peran laki-laki. Perempuan dan laki-laki akan setara apabila berjalan dengan
peran masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Https://www.bps.go.id/gender/index.html diakses 16 Maret 2018 pukul 08.00 WIB.
Https://www.academia.edu/4199296/01_BAB_X_A_Pasal_28_UUD_1945_Hak_Asasi_Manusia diakses tanggal 23 Maret 2018 pukul 13.15 WIB.
Komnas Perempuan. 2017. Lembar Fakta Catatan Tahunan 2017
Komnas Perempuan Tahun 2017.
Puspitawati,
H. 2015. Pengenalan Konsep Gender,
Kesetaraan dan Keadilan Gender. Pusat Kajian Gender dan Anak-LPPM-IPB dan Tim
Pakar Gender Pusat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Komentar
Posting Komentar