Beasiswa Berkarakter Daerah bagi Calon Guru dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia untuk Meraih Sustainable Development Goal’s 2030

Berbicara tentang pendidikan tidak terlepas dari guru dan murid. Segala upaya agar tercapai pendidikan yang layak sudah diatur dan diberikan pemerintah berupa beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya. Namun, hal tersebut belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, terlihat dari posisi Indonesia hanya menempati peringkat ke 64 dari 120 negara di dunia dalam tingkat kualitas pendidikan menurut UNESCO (Okezone.com/1 Juni 2013), dan menempati posisi ke-10 dari 14 negara berkembang menurut UNESCO 2016. Negara maju dengan kualitas pendidikan yang tinggi memprioritaskan mutu guru sebagai prioritas utama. Permasalahan di Indonesia kualitas guru yang masih tergolong rendah, serta penyebaran guru tidak merata disetiap daerah. Sehingga, seringkali daerah terpencil tidak memiliki guru yang berkualitas, bahkan terdapat guru non-PNS yang hanya tamatan SMA sederajat, sehingga kompetensi guru masih dibawah standar pendidikan dunia. Akibat dari rendahnya kualitas guru akan melahirkan generasi muda yang tidak kompeten, memiliki moral yang buruk seperti kenakalan remaja, dan masalah sosial lainnya yang mampu membawa Indonesia dalam kehancuran.
Berdasarkan paparan di atas, maka untuk meningkatkan pendidikan dimulai dengan meningkatkan mutu guru itu sendiri sesuai dengan karakter masing-masing daerah di Indonesia. Tujuannya agar budaya yang ada disetiap daerah tidak hilang dan tetap menjadi karakter daerah masing-masing disamping pendidikan formal. Oleh karena itu, beasiswa berkarakter daerah untuk calon guru mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dalam meraih Sustainable Development Goal’s (SDG’s) 2030.
Salah satu dari 17 sasaran meraih SDG’s tahun 2015-2030 yang dideklarasi oleh 193 anggota PBB di New York,  yakni memperkerjakan guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas secara profesional (https://sustainabledevelopment.un.org/post2015/transformingourworld), sehingga guru yang tidak memiliki karakter tersebut akan ditarik dari profesinya. Kewajiban guru juga telah diatur dalam UU Nomor 20 BAB XI pasal 40 ayat 2 tahun 2003 bahwa guru berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, serta berkomitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. Di tangan gurulah akan terlahir generasi muda yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual yang siap hidup dengan tantangan zaman. Sasaran tersebut belum sepenuhnya terlaksana karena masih banyak terdapat kasus guru di Indonesia, diantaranya guru kurang berkualifikasi, kurang komitmen, kaku, tidak memahami ilmu secara mendalam dan kurangnya motivasi untuk belajar lebih sehingga kemampuannya tidak ter-update lagi, hanya puas dengan pengetahuan lama yang telah diperoleh, sedangkan ilmu pengetahuan terus berkembang dan mengalami perubahan setiap zaman.
Rendahnya kualitas guru menurut Indra Charisniadji dalam seminar nasional Mendikbud dan komisi DPR RI 2016 terlihat dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang memperoleh nilai rata-rata 56, dimana berdasarkan Pendidikan Tinggi (Dikti) nilai ini sangat rendah. Sedangkan, Murid dituntut mendapat nilai bagus tetapi guru sendiri tidak bisa mendapatkan nilai bagus. Seringkali guru-guru memanipulasi nilai siswa di akhir semester agar guru tetap terlihat profesional. Sehingga berdampak pada lahirnya anak didik yang tidak berkompeten, kenakalan remaja berkembang, tidak mampu bersaing dengan dunia internasional terutama dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sekarang ini sehingga dapat mengakibatkan kemiskinan negara. Alhasil guru tidak hanya mampu mendidik siswa menjadi pemimpin tetapi juga jadi penjahat bagi dirinya sendiri. Selain itu, guru yang seharusnya menjadi contoh bagi muridnya, malah memiliki moral dan perilaku yang buruk, seperti yang terjadi di Jakarta International School 2014 dimana seorang guru melakukan pencabulan terhadap anak didiknya. Penyebab rendahnya kualitas guru ini diantaranya kurangnya pendidikan karakter guru, calon guru di perguruan tinggi keguruan bukan dari lulusan terbaik SMA sederajat, dan rata-rata yang menjadi guru merupakan  lulusan sarjana (S1) yang ilmunya masih dasar.
Maka, Solusi dari kualitas guru yang rendah yaitu dengan membekali pendidikan terbaik calon guru sehingga lahir menjadi guru berkualitas dengan memberikan beasiswa berupa “Beasiswa Berkarakter Daerah” yang nantinya siap jadi guru di daerahnya. Pembangunan pendidikan daerah telah ditetapkan dalam program Nawacita yang menjadi program ke-9 presiden Jokowi-Jusuf Kalla saat Pilpres 2014, bahwa membangun daerah dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kesatuan negara Indonesia. Berdasarkan program tersebut, dalam meningkatkan kualitas pendidikan diperkuat pada masing-masing daerah sesuai karakter daerah tersebut sehingga budaya dan karakter daerah itu tetap lestari.
Peningkatan kualitas pendidikan harus merata diseluruh daerah di Indonesia. Namun, kebanyakan lulusan terbaik tidak mau menjadi guru karena harus bersedia ditempatkan di daerah seluruh Indonesia termasuk daerah terpencil dan gaji yang tidak mampu menutupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga tidak menjanjikan masa depan yang lebih baik. Maka dari itu, guru yang mengajar di masing-masing daerah Indonesia merupakan orang asli daerah itu sendiri karena tingkah laku dan cara mengajar guru harus disesuaikan dengan budaya di sana, dan yang paham dengan budaya tersebut adalah orang asli daerah itu sendiri, bukan mendatangkan guru dari luar karena mayoritas orang memiliki keinginan pulang ke kampung halamannya dan membangun daerahnya sendiri. Serta pemerintah harus memberikan hak istimewa kepada guru seperti peningkatan gaji guru dan rumah dinas. Seperti yang dilansir dalam TribunNews.com (5 Oktober 2017) bahwa di negara maju seperti Luxemburg dan Korea Selatan, gaji seorang guru hampir sama dengan gaji presiden karena pekerjaan seorang guru merupakan pekerjaan yang sangat berat yang berdampak pada masa depan negara  sehingga yang dipekerjakan hanya guru yang bermutu tinggi.
Beasiswa ini diberikan kepada lulusan SMA sederajat di seluruh daerah Indonesia dengan kategori sebagai lulusan berprestasi-berkontribusi dan berkontribusi. Beasiswa ini meliputi pembiayaan penuh seperti penyediaan tempat tinggal, uang saku, makan, dan sebagainya. Pendidikan berbasis karakter daerah seperti pendidikan agama, sosial, budaya daerah, pelatihan kompetensi dan  kreativitas guru seperti tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Ada empat kompetensi yang harus dipenuhi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial. Beasiswa ini memberikan kesempatan untuk kuliah keguruan di dalam dan luar negri, yang mana lulusan ini siap bekerja menjadi guru di daerahnya sendiri dalam mengabdi pada negeri.
Oleh karena itu, beasiswa berkarakter daerah untuk lulusan SMA sederajat di masing-masing daerah di Indonesia untuk menjadi guru di daerahnya dalam meningkatkan pendidikan generasi muda merupakan beasiswa yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini demi meraih SDG’s 2030. Karena guru berperan penting dalam pendidikan, jika guru pintar maka akan lahir generasi muda yang pintar pula, akan tetapi jika yang terjadi sebaliknya maka akan berujung pada kehancuran negara Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini